komter jiwa
A.
FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1.
Tahap
Persiapan (Prainteraksi)
Tahap
Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan
dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga
mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk
pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat
untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa
dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
·
Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan.
Sebelum berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan
interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan?
(Suryani, 2005).
·
Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan
ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin
mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan
orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya
dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
·
Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga
sangat penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa
digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
·
Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien.
Perawat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang
direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2.
Tahap
Perkenalan
Perkenalan
merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan
ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005).
Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
·
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan,
dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena
tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara
kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah
tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu,
untuk mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus
bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan
menghargai klien (Suryani, 2005).
·
Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002).
Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi
(Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu
menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga
untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap
perawat karena karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba
bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan
bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah
ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
·
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi
masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat
mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat
mengidentifikasi masalah klien.
·
merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu
merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien
mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien
diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien
(Cristina, dkk, 2002).
3.
Tahap Kerja
Tahap kerja
ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut
kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya.
Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
·
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active
listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk
mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
·
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu
perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam
Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali
hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani,
2005)
4.
Tahap
Terminasi
Terminasi
merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002).
Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap
pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu
kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
Terminasi
akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
·
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang
telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam
mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi
sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
·
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif
dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan
perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya?
Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu
justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
·
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang
telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien.
Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
·
4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak
ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan
interaksi.
Stuart G.W.
(1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien
merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut
tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat
terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh
kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien
pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
B.
TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1.
Bertanya
Bertanya
(questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.
·
Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan
fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat
sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan
masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question)
adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak
fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang
pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
·
Pertanyaan terbuka dan tertutup
Pertanyaan
terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang
banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan
dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan
tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.
·
Inapropriate quantity question
Inapropriate
quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah
pertanyaan, yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak
pertanyaan merupakan tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan
klien untuk menjawab (Long, L dalam Suryani, 2005).
·
Inapropriate quality question
Inapropriate
quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan
biasanya dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini
dipertimbangkan tidak tepat karena :
a. Terkesan
menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W
dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap
perawat.
b. Tidak akan
dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena why question mengiring
klien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu
perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
2.
MENDENGARKAN
Mendengarkan
(listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi
Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005)
dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang
diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).
Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan penuh
perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong
pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk
mendengarkan (Purwanto, Heri, 1994).
3.
MENGULANG
Mengulang
(restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan
klien (Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu
strategi yang mendukung listening (Suryani, 2005).
4.
KLARIFIKASI
Klarifikasi
(clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak
jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D
dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang
dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam
Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien, maka
penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus utama
klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien
sangat penting dalam memahami klien.
5.
REFLEKSI
Refleksi
(reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian
perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan
penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
1. Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
2. Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi
pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
a. Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
b. Mengoreksi.
c. Memberi keterangan lebih jelas.
Ruginya adalah :
a. Mengulang terlalu sering dan sama.
b. Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi.
6.
MEMFOKUSKAN
Memfokuskan
(focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah
inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan
penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan
metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien
menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005).
7.
DIAM
Tehnik diam
(silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab
pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien
untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani,
2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati,
memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian,
dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan
dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani,
2005).
8.
MEMBERI
INFORMASI
Memberikan
tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan klien.
Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada
klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan
klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian
dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005).
9.
MENYIMPULKAN
Menyimpulkan
(summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin
penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien
untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama
dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan
(Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
1. Memfokuskan pada topik yang relevan
2. Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi
3. Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya
4. Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau
koreksi terhadap informasi sebelumnya
10. MENGUBAH CARA PANDANG
Tehnik
mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang
lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya
saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama
ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari
sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat
ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : “sebenarnya apa yang
anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing akan membuat klien
mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam Suryani,
2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
11. EKSPLORASI
Eksplorasi
bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang
dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa
diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang
detail tentang masalah yang dialami klien.
12. MEMBAGI PERSEPSI
Stuart G.W
(1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (sharing peception)
adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara
respos verbal dan respons nonverbal klien.
13. MENGIDENTIFIKASI TEMA
Perawat harus
tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu manangkap tema
dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian
dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik
ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada
awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. HUMOR
Humor bisa
mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale dalam
Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit
sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental
dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
1. Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin
bisa menurunkan kecemasan klien.
2. Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
3. Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.
15. Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang
didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk
meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani,
2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat
nonverbal.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda